Strategi pengajaran merupakan hal yang penting dalam kegiatan belajar mengajar di kelas, karena strategi dapat menciptakan kondisi belajar yang mendukung pencapaian tujuan pembelajaran. Selain itu, strategi pengajaran yang dipilih dan dipergunakan dengan baik oleh guru dapat mendorong siswa untuk aktif mengikuti kegiatan belajar di dalam kelas.
Pemilihan strategi mengajar harus dilandaskan pada pertimbangan menempatkan siswa sebagai subjek belajar yang tidak hanya menerima secara pasif apa yang disampaikan oleh guru. Guru harus menempatkan siswanya sebagai insan yang secara alami memiliki pengalaman, pengetahuan, keinginan, dan pikiran yang dapat dimanfaatkan untuk belajar, baik secara individual maupun secara berkelompok. Strategi yang dipilih guru adalah strategi yang dapat membuat siswanya mempunyai keyakinan bahwa dirinya mampu belajar dan dapat memanfaatkan potensi siswa seluas-luasnya. Di samping itu, pemilihan strategi amat bergantung pada tujuan pembelajaran yang hendak dicapai, macam dan jumlah siswa yang terlibat di dalam proses pembelajaran, dan lama waktu yang tersedia untuk mencapai tujuan yang dimaksud.
Untuk keperluan itu, diperkenalkan beberapa ciri kegiatan pembelajaran efektif yang dapat menuntun guru dalam memilih dan menentukan strategi yang tepat di dalam proses pembelajaran. Dengan pemilihan dan penentuan strategi yang tepat, akan membantu meningkatkan minat tingkat keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran. Ciri-ciri pembelajaran efektif yang dimaksudkan adalah sebagai berikut ini.
(i) Pembalikan Makna dan Hakikat Belajar
Proses membangun makna dan pemahaman terhadap informasi, konsep, dan pengalaman dilakukan sendiri oleh siswa atau bersama orang lain melalui proses penyaringan dengan persepsi, pikiran, atau pengetahuan awal, dan perasaan siswa. Mengajar merupakan kegiatan partisipasi dan fasilitasi guru dalam membangun pemahaman siswa dalam wujud pikiran dan tindakan; seperti bertanya secara kritis, meminta kejelasan, atau menyajikan situasi yang tampak bertentangan dengan pemahaman siswa sehingga siswa 'terdorong' untuk memperbaiki pemahamannya. Namun, partisipasi dan fasilitasi guru jangan sampai merebut otoritas atau hak siswa dalam membangun gagasannya dan harus selalu menempatkan pembangunan pemahaman itu sebagai tanggung jawab siswa itu sendiri.
(ii) Berpusat pada siswa
Setiap siswa adalah individu yang unik, siswa yang satu berbeda dengan siswa lainnya, misalnya dari aspek minat, kemampuan, kesenangan, pengalaman, cara, dan gaya belajar. Sebagian siswa lebih mudah belajar dengan dengar-baca (audio-verbal), siswa lain lebih mudah dengan melihat (visual), dan sebagian lainnya dengan cara gerak (kinesthetic). Hal ini menuntut kegiatan pembelajaran, organisasi kelas, materi pembelajaran, waktu belajar, alat/media belajar, dan cara penilaian yang beragam sesuai karakteristik siswa. Artinya, kegiatan pembelajaran harus memperhatikan bakat, minat, kemampuan, cara dan strategi belajar, motivasi belajar, dan latar belakang sosial siswa sehingga dapat mendorong siswa untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya secara optimal.
(iii) Belajar dengan mengalami
Pengalaman langsung melalui indrawi yang memungkinkan mereka memperoleh informasi dengan melihat, mendengar, meraba/menjamah, mencicipi, dan mencium. Kegiatan pembelajaran harus menyediakan pengalaman nyata dalam kehidupan sehari-hari dan atau dunia kerja yang terkait dengan penerapan konsep, kaidah dan prinsip ilmu yang dipelajari; Untuk beberapa topik yang tidak mungkin disediakan pengalaman nyata, guru dapat menggantikannya dengan model atau situasi buatan dalam wujud simulasi atau pengalaman melalui alat dengar-pandang (audio-visual).
(iv) Mengembangkan keterampilan kognitif, sosial, dan emosional
Kegiatan pembelajaran memberi peluang dan mendorong siswa untuk membangun pemahaman dengan mengkomunikasikan gagasannya kepada siswa lain atau guru. Melalui interaksi lingkungan sosialnya, siswa akan bekerja sama dalam kelompok yang dapat mempertajam, memperdalam, memantapkan, atau menyempurnakan pemahaman dan gagasan itu karena memperoleh tanggapan dari siswa lain atau saling mengisi. Kegiatan belajar berkelompok atau berpasangan memungkinkan siswa bersosialisasi dengan menghargai perbedaan pendapat, sikap, kemampuan, dan prestasi dan berlatih untuk bekerja sama yang dapat menumbuhkembangkan rasa empati dalam diri siswa yang akhirnya dapat membangun saling pengertian dan hidup bersama secara harmonis (learning to live together).
(v) Mengembangkan keingintahuan, imajinasi, dan fitrah ber-Tuhan
Kegiatan pembelajaran harus dapat menumbuhkan rasa ingin tahu, imajinasi, dan fitrah ber-Tuhan yang merupakan fitrah siswa sebagai manusia. Rasa ingin tahu dan imajinasi merupakan modal dasar untuk bersikap peka, kritis, mandiri, dan kreatif. Sementara, rasa fitrah berTuhan merupakan embrio atau cikal bakal untuk bertaqwa kepada Tuhan.
(vi) Belajar sepanjang hayat
Kemampuan dan kemauan untuk belajar sepanjang hayat agar bisa bertahan (survive) dan berhasil (sukses) dalam menghadapi setiap masalah sambil menjalani proses kehidupan sehari-hari ditanamkan dengan bekal keterampilan belajar yang meliputi pengembangan rasa percaya diri, keingintahuan, kemampuan memahami orang lain, kemampuan berkomunikasi dan bekerja sama supaya mendorong dirinya untuk senantiasa belajar, baik secara formal di sekolah maupun secara informal di luar kelas. Kegiatan pembelajaran perlu mendorong siswa untuk dapat melihat dirinya secara positif, mengenali dirinya baik kelebihan maupun kekurangannya untuk kemudian dapat mensyukuri apa yang telah dianugerahkan Tuhan YME kepadanya.
(vii) Perpaduan kemandirian dan kerjasama
Kegiatan pembelajaran memberi peluang yang menuntut dan menantang siswa untuk bekerja sama, berkompetisi, dan mengembangkan solidaritasnya. Kegiatan-kegiatan itu memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan semangat berkompetisi secara sehat untuk memperoleh penghargaan, bekerja sama, dan solidaritas. KBM perlu menyediakan tugas-tugas yang memungkinkan siswa bekerja secara mandiri maupun bekerja secara kelompok.
Berdasarkan ciri-ciri pembelajaran efektif tersebut, maka ada beberapa strategi yang dapat dipilih dan digunakan oleh guru dalam melaksanakan pembelajaran yang efektif, di antaranya adalah (1) strategi pembelajaran berbasis masalah, (2) strategi pembelajaran inquiry & discovery, (3) strategi pembelajaran berbasis proyek/tugas, (4) strategi pembelajaran kooperatif, (5) pembelajaran partisipatori, (6) strategi pembelajaran scaffolding.
Semua strategi pembelajaran tersebut didisain untuk mengoptimalkan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran dan untuk membantu siswa secara kreatif merekonstruksi sendiri pemahamannya terhadap topik-topik pembelajaran. Di samping itu, masing-masing strategi mengandung elemen-elemen strategi interaksi pembelajaran yang dapat menunjang penguatan aspek pribadi, sikap, dan perilaku tertentu siswa yang diharapkan dapat menjadi dampak pengiring pembelajaran.
1. Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah
Pembelajaran berbasis masalah menggunakan masalah dunia nyata sebagai konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah serta memperoleh pengetahuan dan konsep esensial dari materi pelajaran. Pembelajaran bermakna hanya dimungkinkan terjadi bila siswa dapat mengerahkan proses berpikir tingkat tinggi, seperti pada level analisis, sintesis, dan evaluasi. Karena itu, guna merangsang siswa berpikir tingkat tinggi, mereka perlu diorientasikan pada situasi bermasalah termasuk bagaimana belajar, dengan menggunakan fenomena di dunia nyata sekitar
Pembelajaran berbasis masalah dapat ditempuh melalui lima tahap sebagai berikut.
Þ Tahap 1: orientasi siswa kepada masalah.
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran dan logistik yang dibutuhkan, serta memotivasi siswa terlibat pada aktivitas pemecahan masalah yang dipilih.
Þ Tahap 2: mengorganisasi siswa untuk belajar.
Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasi tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.
Þ Tahap 3: membimbing penyelidikan individual dan kelompok.
Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai dan melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalahnya.
Þ Tahap 4: mengembangkan dan menyajikan hasil karya.
Guru membantu siswa merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan model, serta membantu mereka mambagi tugas dengan temannya.
Þ Tahap 5: menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.
Guru membantu siswa melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan dan proses-proses yang mereka gunakan.
2. Strategi Pembelajaran Inquiry & Discovery
Pembelajaran inquiry & discovery mendorong siswa untuk mengalami, melakukan percobaan, dan menemukan sendiri prinsip-prinsip dan konsep yang diajarkan. Strategi pembelajaran inquiry & discovery memiliki beberapa keuntungan, seperti dapat membangkitkan curiosity, minat, dan motivasi siswa untuk terus belajar sampai dapat menemukan jawaban. Di samping itu, melalui penerapan strategi inquiry & discovery, siswa juga dapat belajar memecahkan masalah secara mandiri dan mengembangkan keterampilan berpikir kritis sebab mereka harus menganalisis dan mengutak-atik data dan informasi.
Secara operasional, pembelajaran inquiry & discovery dapat ditempuh melalui tahapan berikut:
Þ Sajikan situasi teka-teki (puzzling situation) yang sesuai dengan tahapan perkembangan siswa. Jelaskan prosedur inkuiri dan sajikan masalah.
Þ Minta siswa mengumpulkan informasi melalui observasi atau berdasar pengalaman masing-masing.
Þ Minta siswa menganalisis dan menyajikan hasil dalam bentuk tulisan, gambar, bagan, tabel, atau karya lain.
Þ Minta siswa mengkomunikasikan dan menyajikan hasil karyanya, misalnya dalam bentuk penyajian di kelas, menempelkan di majalah dinding, menulis di koran, dsb.
Þ Dalam penyajian di kelas, bangkitkan tanggapan dan penjelasan siswa lain. Minta tanggapan balik (counter-suggestions) dan selidiki tanggapan siswa. Hadapkan mereka dengan demonstrasi-demonstrasi tambahan untuk mengeksplorasi lebih jauh fenomena.
Þ Ciptakan lingkungan yang dapat menerima jawaban salah tapi masuk akal. Selalu minta siswa memberi alasan atas jawaban-jawaban mereka. Sajikan tugas-tugas yang berkaitan kemudian cermati dan beri balikan atas pemikiran yang diajukan siswa.
3. Strategi Pembelajaran Berbasis Proyek/Tugas
Pembelajaran berbasis proyek/tugas (project-based/task learning) ditandai dengan pengelolaan lingkungan belajar yang memungkinkan siswa melakukan penyelidikan terhadap masalah otentik termasuk pendalaman materi dari suatu topik mata pelajaran, dan melaksanakan tugas bermakna lainnya. Dalam pembelajaran berbasis proyek, siswa diberikan tugas atau proyek yang kompleks, cukup sulit, lengkap, tetapi realistik dan kemudian diberikan bantuan secukupnya agar mereka dapat menyelesaikan tugas. Di samping itu, penerapan strategi pembelajaran berbasis proyek/tugas ini mendorong tumbuhnya kompetensi nurturant seperti kreativitas, kemandirian, tanggung jawab, kepercayaan diri, dan berpikir kritis dan analitis.
Implementasi pembelajaran berbasis proyek/tugas didasarkan kepada empat prinsip berikut ini.
Þ Membuat tugas bermakna, jelas, dan menantang
Guna mempertahankan tingkat keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran, maka tugas yang diberikan kepada siswa harus cukup bermakna dan memiliki tujuan yang jelas. Siswa perlu mengetahui dengan tepat apa yang mereka harus kerjakan, mengapa mereka mengerjakan pekerjaan itu, dan apa yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan itu.
Þ Menganekaragamkan tugas-tugas
Pilihan tugas yang beraneka ragam dapat menambah daya tarik tugas pekerjaan kelas dan pekerjaan rumah. Jika tugas belajar yang diberikan cukup bervariasi, siswa dapat lebih termotivasi dan lebih terlibat aktif dalam mengerjakannya. Pilihan mengenai tugas belajar tidak terbatas dan tidak ada alasan bagi guru untuk membuat jenis tugas yang sama dari hari ke hari.
Þ Menaruh perhatian pada tingkat kesulitan
Menetapkan tingkat kesulitan yang cocok atas tugas-tugas yang diberikan kepada siswa merupakan satu bahan baku penting untuk menjamin keterlibatan berkelanjutan yang dibutuhkan untuk penyelesaian tugas-tugas tersebut. Jika siswa diharapkan untuk bekerja secara mandiri, tugas yang diberikan harus memiliki tingkat kesulitan yang menjamin kemungkinan berhasil tinggi. Siswa tidak akan tertantang ketika tugas-tugas yang diberikan terlalu mudah. Tugas yang baik perlu memiliki tingkat kesulitan cukup sehingga kebanyakan siswa memandangnya sebagai sesuatu yang menantang, namun cukup mudah sehingga kebanyakan siswa akan menemukan pemecahannya dan mengerjakan tugas tersebut atas jerih payah sendiri.
Þ Memonitor kemajuan siswa
Salah satu tugas penting guru adalah memonitor tugas-tugas pekerjaan kelas dan pekerjaan rumah. Monitoring tersebut bertujuan untuk mengetahui apakah siswa memahami tugas mereka melalui pemeriksaan pekerjaan siswa dan pengembalian tugas dengan umpan balik? Guru harus selalu menyediakan waktu 5 atau 10 menit untuk berkeliling di antara siswa yang bekerja untuk memastikan apakah mereka memahami dan mengerjakan dengan benar tugas yang diberikan. Apabila siswa bekerja berkelompok, maka guru hendaknya berada dalam kelompok tersebut secara bergantian dan berkeliling di antara siswa yang bekerja secara mandiri. Selanjutnya, guru perlu menyiapkan waktu untuk mengoreksi pekerjaan yang dihasilkan siswa dan mengembalikan kepada mereka dengan umpan balik, termasuk memberi reinforcement dalam bentuk reward bagi hasil karya yang baik dan catatan-catatan penyempurnaan bagi karya yang belum optimal.
Beberapa contoh tugas/proyek berikut dapat dipilih sebagai pengalaman belajar untuk beberapa mata pelajaran pada tingkatan sekolah dasar.
® Menggubah syair lagu dan bernyanyi
® Bermain peran
® Menggambar dan mengarang
® Menulis prosa, puisi, pantun, gurindam
® Mengisi teka-teki
® Mengajukan pertanyaan penelitian
® Membuat rangkuman/sinopsis
® Mendemonstrasikan hasil temuan
® Mencari pemecahan soal-soal Matematika
® Membuat soal cerita
® Mengukur panjang, berat, suhu
® Merencanakan dan melakukan percobaan
® Merencanakan dan melakukan penelitian sederhana .
® Membuat buku harian
® Membuat kamus
® Melakukan simulasi dengan komputer
® Mengelompokkan sambil mengidentifikasi (mengenali ciri) benda
® Mengumpulkan dan mengoleksi benda dengan karakteristiknya
® Membuat komik
® Membuat ramalan dan berekstrapolasi
® Membuat grafik, diagram, chart atau grafik
® Membuat jurnal
® Menyiapkan dan melaksanakan pameran
® Menggunakan alat (alat ukur, alat potong, alat tulis)
® Praktek menjadi khatib atau pendeta
® Praktek berceramah
® Membuat poster
® Membuat model (seperti kotak, silinder, kubus, segitiga, lingkaran)
® Menata pajangan
® Menata buku perpustakaan
® Membuat daftarpertanyaan untuk wawancara
® Melakukan wawancara
® Membuat denah
® Membuat catatan hasil penjelasan hasil pengamatan
® Mencari informasi dari ensiklopedia
® Melakukan musyawarah
® Mengunjungi dan menemukan alamat web-site
® Bernegosiasi
® Mendiskusikan wacana dari media cetak/media elektronik
® Membuat cerita gambar
® Membuat resensi buku
® Mengkritisi suatu artikel
® Mengkaji pola tulisan suatu artikel
® Menulis artikel ilmiah popular
® Membuat kamus
® Membuat ensiklopedia
4. Strategi Pembelajaran Kooperatif
Dalam pembelajaran kooperatif, siswa bekerja dalam kelompok kecil untuk saling membantu belajar satu sama lain. Strategi pembelajaran ini, memungkinkan pengembangan sejumlah kompetensi nurturant pada diri siswa, seperti:
Þ Mengembangkan keterampilan komunikasi, kerja sama, kepekaan sosial, tanggung jawab, tenggang rasa, dan penyesuaian sosial.
Þ Membangun persahabatan, rasa saling percaya, kebiasaan bekerja sama, dan sikap prososial.
Þ Memperluas perspektif wawasan, keyakinan terhadap gagasan sendiri, rasa harga diri, dan penerimaan diri.
Þ Memungkinkan sharing pengalaman dan saling membantu dalam memecahkan masalah pembelajaran.
Þ Mengoptimalkan penggunaan sumber belajar dan pencapaian hasil belajar.
Secara operasional, pembelajaran kooperatif dapat diterapkan melalui metode Student Teams Achievement Divisions (STAD) dan metode Investigasi Kelompok (Group Investigation)
Pelaksanaan metode Student Team Achievement Divisions ditempuh dengan beberapa tahapan sebagai berikut:
Þ Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok, masing-masing terdiri atas 4 atau 5 anggota.
Þ Setiap tim memiliki anggota heterogen (jenis kelamin, ras, etnik, kemampuan belajar).
Þ Tiap anggota menggunakan lembar kerja akademik.
Þ Tiap anggota saling membantu untuk menguasai bahan ajar melalui tanya jawab atau diskusi.
Þ Secara individual atau tim, tiap minggu atau tiap dua minggu dilakukan evaluasi oleh guru untuk mengetahui penguasaan mereka terhadap bahan yang telah dipelajari.
Þ Setiap siswa dan setiap tim diberi skor atas penguasaannya terhadap bahan ajar. Siswa atau tim yang meraih prestasi tertinggi atau mencapai standar tertentu diberi penghargaan.
Metode Invistigasi Kelompok dapat ditempuh dengan cara sebagai berikut:
Þ Seleksi topik, para siswa memilih berbagai sub-topik dalam satu wilayah masalah umum terkait dengan tujuan pembelajaran.
Þ Organisasi, para siswa dibagi ke dalam kelompok yang berorientasi pada tugas dan beranggotakan 2 - 6 orang dengan komposisi heterogen.
Þ Merencanakan kegiatan kerjasama, siswa bersama guru merencanakan berbagai prosedur belajar khusus, tugas, dan tujuan umum yang sesuai dengan sub-topik yang telah dipilih.
Þ Tahap implementasi. Siswa melaksanakan rencana yang telah disusun. Dorong siswa menggunakan berbagai sumber, baik di dalam maupun di luar sekolah.
Þ Analisis dan sintesis, siswa menganalisis dan mensintesiskan berbagai informasi yang diperoleh dan membuat ringkasan untuk disajikan di depan kelas.
Þ Penyajian hasil akhir, setiap kelompok menyajikan hasil investigasi kelompoknya di depan kelas.
Þ Evaluasi, guru beserta siswa melakukan evaluasi mengenai kontribusi tiap kelompok terhadap pekerjaan kelas sebagai suatu keseluruhan. Evaluasi dapat mencakup siswa secara individu atau secara berkelompok, atau keduanya.
5. Strategi Pembelajaran Partisipatori
Pembelajaran partisipatori menekankan pelibatan siswa untuk berpartisipasi dan ikut menentukan berbagai aktivitas pembelajaran. Setiap siswa adalah subjek yang kepentingannya perlu diperhatikan dan diakomodasi dalam proses pembelajaran. Pelibatan siswa dalam perencanaan dan penentuan berbagai pilihan tindakan pembelajaran dapat meningkatkan motivasi dan komitmen siswa untuk menekuni setiap tugas pembelajaran. Di samping itu, strategi ini dapat mendorong tumbuh dan berkembangnya jiwa demokratis serta kemampuan mengemukakan dan menerima pendapat di kalangan siswa.
Pelaksanaan pembelajaran partisipatori dapat ditempuh melalui strategi sebagai berikut:
Þ Libatkan siswa dalam membuat perencanaan dan pilihan tindakan yang diperlukan dalam proses pembelajaran. Misalnya, dalam memutuskan mengenai strategi umum yang perlu ditempuh, sumber pembelajaran, cara-cara menyelesaikan tugas, bentuk dan tugas kelompok, dsb.
Þ Gunakan berbagai teknik, seperti brainstorming, meta-plan, diskusi kelompok fokus untuk mendorong semua siswa mengemukakan gagasan masing-masing.
Þ Evaluasi setiap alternatif berdasarkan kelayakan (kemampuan, sumberdaya, waktu, fasilitas), kemudian sepakati pilihan yang dapat diterima semua pihak. Dimungkinkan setiap individu atau kelompok memilih caranya masing-masing untuk mencapai tujuan sepanjang berkontribusi pada pencapaian tujuan pembelajaran.
Þ Dorong siswa melaksanakan alternatif tindakan secara konsisten, namun tetap memberi peluang dilakukannya refleksi, revisi, dan perubahan rencana tindakan.
6. Strategi Pembelajaran Scaffolding
Pembelajaran Scaffolding merupakan praktik assisted learning, yakni teknik pemberian dukungan belajar yang pada tahap awal diberikan secara lebih terstruktur, kemudian secara berjenjang sebagai peranan guru dalam mendukung perkembangan siswa dan menyediakan struktur dukungan untuk mencapai tahap atau level berikutnya. Ketika pengetahuan dan kompetensi belajar siswa meningkat, guru secara berangsur-angsur mengurangi pemberian dukungan. Sesungguhnya, strategi pembelajaran scaffolding mendorong siswa menjadi pelajar yang mandiri dan mengatur diri sendiri (self- regulating). Jika siswa belum mampu mencapai kemandirian, guru kembali ke sistem dukungan untuk membantu siswa memperoleh kemajuan sampai mereka mampu mencapai kemandirian.
Beberapa keuntungan pembelajaran Scaffolding adalah:
Þ Memotivasi dan mangaitkan minat siswa dengan tugas belajar.
Þ Menyederhanakan tugas belajar sehingga bisa lebih terkelola dan bisa dicapai oleh anak.
Þ Memberi petunjuk untuk membantu anak berfokus pada pencapaian tujuan.
Þ Secara jelas menunjukkan perbedaan antara pekerjaan anak dan solusi standar atau yang diharapkan.
Þ Mengurangi frustasi dan resiko.
Þ Memberi model dan mendefenisikan dengan jelas harapan mengenai aktivitas yang akan dilakukan.
Teknik pembelajaran scaffolding dapat dilakukan dengan format: (1) pemberian model perilaku yang diharapkan, (2) pemberian penjelasan, (3) mengundang siswa berpartisipasi, (4) menjelaskan dan mengklarifikasi pemahaman siswa, dan (5) mengundang siswa untuk mengemukakan pendapat.
Secara operasional, strategi pembelajaran scaffolding dapat ditempuh melalui tahapan berikut.
Þ Asesmen kemampuan dan taraf perkembangan setiap siswa untuk menentukan Zone of Proximal Development (ZPD).
Þ Jabarkan tugas pemecahan masalah ke dalam tahap-tahap yang rinci sehingga dapat membantu siswa melihat zona yang akan di-scaffold.
Þ Sajikan tugas belajar secara berjenjang sesuatu taraf perkembangan siswa. Ini dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti melalui penjelasan, peringatan, dorongan (motivasi), penguraian masalah ke dalam langkah pemecahan, dan pemberian contoh (modeling).
Þ Dorong siswa untuk menyelesaikan tugas belajar secara mandiri.
Þ Berikan dukungan dalam bentuk pemberian isyarat, kata kunci, tanda mata (reminders), dorongan, contoh, atau hal lain yang dapat memancing siswa bergerak ke arah kemandirian belajar dan pengarahan diri.
Dalam mengimplementasikan strategi-strategi pembelajaran yang disarankan, guru harus selalu mengingat bahwa kegiatan pembelajaran yang dilaksanakannya senantiasa diarahkan untuk pencapaian dampak instruksional dan dampak pengiring. Dampak instruksional bermuara pada kecerdasan intelektual (IQ), sedangkan dampak pengiring bermuara pada kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ). Untuk keperluan itu, diharapkan guru dapat memilih dan merancang serta mengembangkan media pembelajaran agar dapat memudahkan pencapaian IQ, EQ, dan SQ tersebut. Contoh penerapan strategi pembelajaran dalam rancangan satuan acara pembelajaran atau skenario pembelajaran dapat dilihat pada bagian Lampiran F.
Sabtu, 17 Januari 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
promo awal tahun. kunjungi kami sekarang juga.
BalasHapus